Laman

Selasa, 24 Januari 2012

Cerpen _ Kesialanku Hari ini


Kesialanku Hari ini
                Aku berlari kencang mengejar bus sekolah. Namun bus itu tak ingin berhenti walau satu menit pun dari pukul 06.30 WIB. Susah payah aku berlari, mengangkat rok panjangku dan mengabaikan jilbabku namun masih saja bus itu melenggang pergi. Terlambat, itulah bus yang terakhir. Apa salahnya sih ia menunggu sebentar saja padahal aku sudah berteriak – teriak.? Kutelan bulat – bulat rasa jengkelku itu, busnya sudah pergi. Keringatku bercucuran akibat lari pagi yang kulakukan.Rasanya hari ini kesialanku dimulai.
Terpaksa aku harus naik bus bimbar, sebuah angkutan umum yang mengangkut khalayak ramai sampai daerah dapur 12, salah satu daerah paling ujung di Batam, termasuklah di sana sekolahku SMA Negeri Kepulauan Riau. Anak - anak sekolah yang ketinggalan bus sekolah harus bersabar menanti. Sabar walau jam sudah menunjukkan kedigdayaannya.
            Jam masuk sekolah kami adalah pukul 07.15 WIB.  Kalau naik bus sekolah tak perlu waktu lama untuk sampai ke Sekolah, kira – kira hanya 15menit saja dari pukul 06.30 WIB, itupun kalau beruntung bertemu dengan bus yang terakhir.Sedangkan bus bimbar, kira – kira butuh 30 menit bahkan bisa lebih untuk sampai ke sekolah tergantung seberapa banyak jumlah penumpangnya.
Sebenarnya yang membuat bus ini terasa lama adalah mereka selalu ngetem mencari penumpang disembarang tempat dan tak mengenal waktu. Pernah kami serentak menggerutu ketika mereka menunggu seseorang di simpang duriangkang, lama sekali.
            “ Dasar anak sekolah nggak tau diri, masih untung kami angkut “ Bentaknya macam seorang geladak kapal, menggelegar menyeramkan. Kami seperti bunga putri malu, menciut takut.
Naik bus bimbar adalah satu – satunya alternatif untuk kami, anak – anak sekolah yang berkantong cekak alias pas – pasan. Jika terlambat, jangan coba – coba meminta duit tambahan dari orang tua. Karena bukan duit yang akan didapat.
            “ Tidak ada duit tambahan. Makanya siapa suruh terlambat bangun, dari jam 5 subuh tadi sudah ibu bangunkan kamu. Anak gadis bangun siang, salat pun terlambat “ Aku meminta duit tambahan untuk naik ojek , lima ribu rupiah saja. Aku hanya diam diomeli begitu, panas kupingku.
            Pukul 06.35, kulihat dari jauh sebuah bus bimbar lewat. Sial ia melengos saja, seorang tukang ojek menertawaiku. Aku jengkel sekali. Aku harus menanti lagi. Lima menit kemudian datang lagi sebuah bus bimbar, busnya penuh sesak. Kali ini aku yang jual mahal. Ketika ditawari, aku menggeleng pelan. Aku yakin tidak akan ada tempat duduk untukku.
            “ Oi dek, tidak ada lagi bus dibelakang nanti kau terlambat “ Teriaknya kencang seiring music yang mengalun di dalamnya, maka bus mereka persis seperti mobil orkes di kampung – kampung. Aku hanya diam. Tukang ojek itu tertawa lagi. Aku curiga dengan tukang ojek ini, jangan – jangan hobbynya adalah menertawai orang lain.
            “ Udah dek, naik ojek saja “ Tawarnya kemudian. Aku menggeleng.
          Selang lima menit kemudian, bus bimbar lewat lagi namun ternyata penuh sesak juga. Aku menimbang – nimbang waktu sambil melirik jam tanganku lalu kuputuskan, aku harus naik walau dengan terpaksa. Bismillah.
Ketika masuk aku malah bingung mau duduk dimana, full sudah. Satu – satunya tempat yang kosong adalah kursi di belakang sopir, persis menghadap penumpang lainnya dengan artian posisiku terbalik. Rasanya mual. Aku cuma berdoa semoga bus ini tidak melaju dengan kencang seperti yang sudah – sudah kunaiki. Dan satu lagi semoga ada penumpang yang turun dengan segera jadi aku tidak perlu berlama – lama duduk di sini, sungguh tidak nyaman.
Aku ingat pertama kali naik bus bimbar , wajahku pucat dan muntah sejadi – jadinya. Teman kelasku yang kebetulan satu angkutan dan duduk di sampingku malah tertawa terbahak – bahak. Kurang ajar betul, bukannya menolong malah menertawaiku. Dia bilang itu adalah sebuah adaptasi, selanjutnya aku akan terbiasa. Namun ternyata, itu menjadi sebuah kebiasaan selama hampir tiga bulan lamanya. Selama itu, aku harus membawa kantong plastik dan minyak angin. Aku mengeluh pada ibuku tentang hal ini namun malah mendapat omelan panjang darinya.
“ Sekolah itu harus ada perjuangan, kamu lihat anak – anak di pulau sana, fasilitas mereka terbatas tapi tetap mau sekolah. Mau kamu sekolah di pulau, tinggal di sana jadi tidak usah naik mobil cukup jalan kaki saja “ Omelan ibuku tentang hal ini cukup jadi pelajaran buatku, menjadi kisah klasik untuk masa depan. Lalu ibuku bercerita tentang masa kecilnya dulu, ketika beliau bersekolah di pulau selat panjang. Jika aku mengeluh lagi alamatlah keluar omelan panjangnya lagi tentang perjuangan zaman dulu. Aku serasa jadi R.A. Kartini.
Sialnya aku malah naik bus yang melaju dengan kencang, seperti roller coaster. Aku banyak – banyak beristigfar. Aku heran setiap kali naik bus bimbar, kenapa selalu mengebut ?, seperti suatu hal yang lumrah – suatu kebiasaan. Padahal para penumpang banyak yang mengeluh akan hal ini namun mereka seolah - olah tak mendengar – tutup telinga dan bebal. Bahkan tak jarang para sopir itu membentak balik penumpangnya. Sombong nian.
Yang lebih mengherankan, aku tak pernah melihat polisi mencegat bus ini karena kebut – kebutan. Seolah acuh saja. Atau mereka memang tak melihat?.Aih, sudahlah tak usah kita perdebatkan hal ini, pusing aku memikirkannya.
Syukurlah, ketika di simpang duriangkang ada penumpang yang turun. Dengan segera aku berpindah tempat. Aku duduk di samping seorang ibu, tubuhnya gemuk dan membawa banyak barang belanjaan , sepertinya dari pasar pagi.
Tak lama berselang, aku seperti mencium sesuatu aroma yang tak sedap. Ada aroma amis, asam dan alamak bau ketek. Aku mencoba berdamai dengan hidung. Mungkin bau itu berasal dari belanjaannya. Sabar.
Belum selesai permasalan tentang aroma tak sedap, datang lagi aroma baru. Asap rokok.  Dipagi yang cerah ini, seorang laki – laki muda dengan santainya merokok di dalam bus, angkutan umum ini. Duduknya persis di belakangku, tentunya asap itu terbang melewati arahku dan hidungku menangkapnya. Apa dia pikir ini angkutan pribadi yang oksigennya cuma dia yang boleh menghisap? Apa dia tak pernah melihat di televisi tentang pergerakan anti merokok di dalam angkutan umum ? Aku pura – pura batuk berharap laki –laki itu mengerti.
Tiba – tiba seorang ibu muda yang duduknya berseberangan dengan si lelaki, langsung memarahinya.
“ Eh, kamu nggak punya otak ya. Saya ini sedang hamil. Asap rokok kamu mengganggu pernapasan saya. Apa kamu nggak bisa baca tulisan itu. Apa kamu pikir, udara di dalam bus ini punya nenek moyang kamu seorang, hah?” Ibu muda itu naik pitam, kulihat di sudut matanya ada bulir bening yang ditahannya. Pria itu masygul dan langsung mematikan rokoknya. Eh, Ibu di sampingku bergerak – gerak, aih dia tertidur.
“ Ongkos – ongkosnya pak, buk “ Teriak sang kernet di dalam bus, seolah – olah kami berada jauh darinya. Entah kenapa tiba – tiba sopirnya memutar music kencang dan sungguh memekakkan telinga. Lagu yang diputarnya Ayu Ting Ting pula, Kemana kemana kemana. Seoalah lagu itu mewakili jerit hatinya kepada para penumpang.
Satu persatu penumpang memberikan ongkosnya sesuai tarif. Sang kernet bersiul – siul. Ia pun menagih pada seorang ibu yang duduknya di samping pak sopir yang sedang mengendarai mobilnya (Iya iyalah ^_^).
“ Ongkosnya buk “
“ Sudah tadi sewaktu di Jodoh “ Suaranya masih lembut.
“ Belum ibu, kapan?”
“ Sudah, tadi pas di Jodoh “ Suaranya  sedang.
“ Belum “ Ujar Kernet itu lagi, ia seolah menantang bahaya.
“ Kubilang sudah, berarti sudah. Tak percaya kau “ Kali ini suara ibu itu meninggi. Alamak.
“ Jangan begitu bu,… “ Sopir coba menengahi.
“ Bah, kau mau membela si pikun ini. Aku sudah bayar tadi di Jodoh, kalian yang bodoh “ Ibu itu mengeluarkan sumpah serapahnya.
“ Sudah bu, sudah bu. Kalau sudah bayar ya sudah tidak perlu marah – marah masih pagi ini, nanti kami sial pula “ Sang sopir memelas.
“ Kau mau bilang aku yang bawa sial, hah “ Ibu itu naik pitam. Aku berisigfar lagi, ibu di sampingku masih tertidur pulas, dia tak tahu ada perang di dalam bus. Sopir itu akhirnya diam saja dan hanya melotot ke arah kernet melalui spion. Sang kernet terkikik – kikik. Kemudian mereka saling diam, tak tahu perang itu sudah selesai atau belum yang jelas hanya suara Ayu ting ting yang mengudara di dalam bus. Dimana dimana dimana.
Sang kernet menagih ongkos pada penumpang lainnya. Ia menagih pada seorang anak SD yang duduk paling depan.
“ Ongkosnya dek “ Lalu adik itu menyerahkan duit seling – lima ratusan atau biasa disebut gopek. Sang kernet melotot dan adik itu acuh saja seolah tak mendengar omelan sang kernet.
“ Hadewh, gopek lagi. Tak jajan ya kau dek “
Aku pura – pura tak melihat sang kernet, pandanganku lurus ke samping. Niatku agar sang kernet tak menagihku dulu dan akan ku berikan ongkos nanti ketika hampir sampai di gerbang sekolah. Tahukah kawan, taktikku nanti lebih elegan dari pada si adik SD.
Aku melirik jam lalu mendesah panjang, maklum jam di tangan sudah menunjukkan detik – detik menuju pukul 07.12, itu artinya aku hanya punya waktu kurang lebih 3 menit sebelum pagar di tutup. Hasrat ingin berlari pun menggebu.
Gerbang sekolah sudah kelihatan dan aku bersiap – siap untuk turun. Aku menyiapkan ongkos ditangan sambil mengatur langkah cepat. Aku pasang ancang – ancang, duitnya aku lipat menjadi kecil – kecil gunanya agar sang kernet lama membukanya dan ketika itu aku sudah pergi jadi pastilah ia belum sempat mengeluarkan sumpah serapahnya.
“ Kiri “ Teriakku lalu menyodorkan duit lipatan. Aku melompat keluar. Sial sang kernet menyadari taktikku.
“Eh, pasti kau kasih cuma seribu neh. Kurang ongkosnya dek “ Teriaknya memekakkan telinga.
“ Oi, anak sekolah nggak tau diri. Ongkos kurang terus, kurang ajar kalian “ Seperti ada sambungan kereta api, dia berteriak lagi. Aku melongos pergi. Aih, sudah jauh pun dia masih berteriak – teriak.
Aku berlari – lari menuju sekolah. Napasku rasanya tersengal – sengal. Sedikit lagi sampai. Aku pun memelankan lariku berusaha menarik napas. Kulihat jam dipergelangan tangan, alamak sudah terlambat. Aku ingin berusaha lari lagi tapi percuma, energiku sepertinya telah habis.
Tiba – tiba aku melihat seorang guru yang amat kukenal kedisiplinannya, berdiri di depan pagar. Bapak ini adalah guru Agama Islam. Aih, aku lupa kalau hari ini adalah jadwalnya piket. Tamatlah riwayatku.
“Eh, kamu yang di sana. Sudah telat masih melenggak – lenggok saja, cepat lari kamu “Aku berlari lagi.
Ternyata di dalam ada beberapa anak yang terlambat. Jumlahnya sepuluh. Perempuan hanya ada dua, aku dan satu lagi sepertinya adik kelasku. Aku berbaris rapi. Layaknya ikut paskibra, kami disuruh berbaris – baris menuju lapangan tempat dimana eksekusi akan dimulai. Dan sang algojo sudah menunggu.
“ Cepat kalian “ Teriak bapak itu dari tengah lapangan. Aku ketar – ketir. Kami diminta untuk mendaftarkan diri di meja piket sebelum menuju tempat eksekusi. Kutuliskan namaku dengan amat pelan, Indah.
“ Sekarang kalian lari jongkok lima putaran lapangan ini “
Lima putaran, teriakku dalam hati. Bisa – bisa aku semaput di tengah jalan. Aku mengeluh dengan sesama rekan yang terlambat.
“ Gila apa bapak ini “ Bisikku pada satu – satunya cewek yang ada di sampingku. Dia tidak merespon dan  hanya memandangiku ngeri. Seakan – akan aku ini makhluk dari negeri antah berantah.
“ Cepat. Mulai “
Putaran pertama berlalu dengan sukses. Aku mulai semaput. Putaran kedua, semaputku mulai meninggi. Keringat bercucuran membasahi punggung dan jidatku, rasanya baju dan jilbabku mulai basah. Kupandangi satu persatu rekan terlambatku, mereka semua menahan sesak, seperti menahan sesak ingin buang air besar. Naas.
Putaran ketiga, aku mulai tak tahan. Napasku tersengal – sengal, perutku berteriak – teriak. Aku teringat sarapan nasi goreng yang tersedia di atas meja, tak sempat kusentuh. Aku hanya menyeruput teh hangat saja. Aku mengeluh lagi, kenapa tak jadi kumakan nasi goreng tadi, toh terlambat juga. Sebentar – bentar aku berhenti mengatur napas. Semaputku sudah sampai tahap akhir. Terbayang – bayang olehku nasi goreng buatan ibuku yang pasti lezat. Aku melahapnya habis. Tiba – tiba semua bayangan mengabur, putih berkabut.

Selasa, 03 Januari 2012

Welcome to my life

Welcome to my life, lagu dari Simple plan ini lah yang juga menyemangati saya untuk menulis blog. Setelah sebelumnya seseorang memberikan supportnya ketika saya berhasil menyelesaikan semua cerpen saya. Saya senang menulis, bagi saya menulis itu waktunya untuk berimajinasi semau GUE,,,hahahaha
Dulu impian saya adalah menjadi seorang penyiar. Tapi saya tak pernah mewujudkannya. Terlalu MALU, malah malu – maluin. Setiap waktu saya selalu berlagak bak seorang penyiar profesional. Ribut karena sehabis merekamnya lalu saya akan memutarnya kembali, akan berhenti jika ibu saya berteriak.. Indaaaaaahh..
Di awal tahun pula sepertinya hobi saya akan bertambah,, menulis lamaran. What the hell!! Karena di awal tahun saya menjadi seorang penganggur. *Ngakak berdahak deh lo*. But it’s ok, rezeki itu ada dimana – mana dan Allah sudah mempersiapkannya. Dibalik itu, ada hikmah yang terjadi yaitu saya menjadi seorang gulu private, tak perlu disebutkan pelajarannya entar disangka sombong pulak,,Hah.. Jadi semacam cita – cita yang terpendam *Kedipkan mata*.
Masih awal tahun juga menurut saya awal yang baik  untuk memulai sesuatu yang baik. Menulis Blog. Saya ingin berbagi hasil karya Cerpen agar kawan, kau bisa membacanya. Kadang terselip impian saya ingin menjadi seorang penulis hebat,,<< Beh ngomong apa seh!
Ok, let’s to read my blog. For the next, saya bakal mengorbitkan cerpen dan atau atau lainnya. Tapi yang namanya pemula pasti deh dalam tahap belajar. Manusia tak ada yang sempurna *pepatah ajaib untuk membela diri*. Ajib.