Laman

Sabtu, 25 Februari 2012

(Bukan) Orang Jawa



            Saya terlahir di kota Palembang, tanah leluhur kedua orang tua namun besar di kota Batam. Sejak kecil saya sudah mengenal orang dari berbagai suku, semua tumbuh subur di Batam. Ketika duduk dibangku sekolah, kami tidak membedakan orang dari suku karena pada saat itu guru mengajarkan Bhineka Tunggal Ika (Artinya cari sendiri ya kawan...^_^).
            Nah, ketika tamat sekolah saya melanjutkan ke dunia kerja sebelum ke bangku kuliah. Disinilah saya baru tahu ternyata suku itu termasuk salah satu yang menentukan orang tersebut bisa masuk kerja atau tidak. Mereka akan bertanya “ Dari suku mana?”
            Yang pada akhirnya, saya tahu watak suku A begini, suku B begitu. Ternyata tidak semua paradigma yang selama ini melekat pada suatu suku benar adanya. Kadang malah tertukar. Maka berhati – hatilah dengan pikiran mu kawan.
            Terlepas dari semua itu, saya punya cerita lucu tentang menilai suku seseorang (ditujukan kepada saya pribadi..^_^) yang entah dapat ilham dari mana. Hanya sekilas lalu, anda bisa menebak kira – kira suku mana orang tersebut *Ajaib ya..
            Tamat SMA, saya bekerja di salah satu perusahaan swasta di Muka Kuning. Seorang bapak sekaligus seorang leader di tempat saya bekerja (Tidak disebutkan namanya namun saya ingat wajahnya..^_^), tidak pernah bertanya dari mana asal saya, secara otomatis saya pun tidak pernah mengatakan saya ini asli dari mana. Dia selalu tersenyum dan menyampaikan perintah kerja kepada saya dalam bahasa Jawa. Sekali lagi bahasa Jawa. Saya cuma mengira, mungkin kebanyakan orang yang bekerja disini adalah orang Jawa. Namun, ternyata tidak juga karena orang Batak juga mendominasi disini.
            Maka saya biarkan saja beliau bersikap seperti itu, dan saya hanya tersenyum saja selama saya masih bisa mengerti. Kejadian itu berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Suatu hari, bapak tersebut berbicara panjang lebar dalam bahasa Jawa. Saya hanya terbengong, kali ini saya tak mengerti sama sekali. Untunglah salah satu teman kerja saya melintas, dia yang mengatakan kepada bapak itu.
            “Pak, Indah bukan orang Jawa jadi dia nggak mengerti apa yang bapak sampaikan”
            Saya hanya nyengir – nyengir kuda ketika melihat bapak itu menepok jidatnya. Dia bertanya kenapa selama ini tak memberitahunya. Bagaimana saya bisa memberitahu kalau sehabis bicara bapak itu langsung pergi?. Setelah saya jelaskan itu, beliau tertawa terbahak – bahak.
            “ Tak kirain kamu orang Jawa, ndhok “
            Dengan mata sipit, tidak terlalu tinggi atau pendek, tidak terlalu gendut namun tidak juga kurus, berkulit tidak hitam , tidak juga terlalu putih bukan coklat mungkin kuning langsat (Kalau tidak semua, jangan – jangan saya ini makhluk halus kali ya?..^_^). Entah kenapa orang selalu menebak bahwa saya adalah orang Jawa tak terkira dimana pun saya sedang berada. Hanya sedikit yang mengira saya ini orang Padang dan bisa dihitung menebak saya ini orang Palembang. Dan tentu saja, tidak bisa dihitung sama sekali orang mengira saya adalah orang Jepang. *Eaaaa..
            Hingga tibalah masa bulan Ramadhan tahun 2011. Pada saat tarawih, saya duduk disamping seorang ibu – ibu. Ketika ustad mulai ceramah, ibu itu berbicara panjang lebar dalam bahasa Jawa. Intinya kira – kira, kenapa anak remaja disini tidak mau salat di dalam ruangan, senangnya malah diluar. Itu pun setelah pulang tarawih saya baru tahu, karena saya bertanya perkata kepada salah satu teman saya yang asli Jawa. Sisanya saya tidak paham sama sekali. Saya yang tidak enak memotong pembicaraan ibu itu, hanya tersenyum – senyum. Sekali -  kali saya menatap ibu itu. Namun, saya hanya diam.
            Selesai dia bicara, saya masih terdiam. Yang pada akhirnya mungkin dia menyadari bahwa saya tidak terlalu mengerti apa yang dia sampaikan.
            “ Ndhok, kamu bukan orang Jawa ya?”
            Saya mengangguk pasti. Saya lihat beliau menahan tawa hingga wajahnya merah menahan malu. Untungnya, salat dimulai. Seusai salat tarawih, diambang pintu masih terdengar ucapannya.
            “ Tak kirain kamu orang Jawa “
            Sampai saat ini saya tak juga mengerti kenapa kebanyakan orang menebak bahwa saya ini orang Jawa. Ibarat lotere, pasti mereka kalah semua. Saya sudah belajar keras dari teman saya Dhinar Fajaria Resti dan Intan Debrina yang asli Surabaya serta dari beberapa teman Jawa lainnya agar jika orang bicara dalam bahasa Jawa saya sudah mengerti, setidaknya dialek medoknya dapat. Namun, itu tak juga berhasil hanya beberapa kata yang saya pahami termasuk kata Jan**k dan sem**uL (ternyata artinya sungguh tidak bagus..:-P)
            Maka, biarlah. Biarlah orang mengira bahwa saya ini adalah orang Jawa selama itu tidak terlalu mengganggu. Biarkan mereka menebak – nebak asal saya. Sulit bagi saya untuk mengatakan bahwa saya ini adalah orang Jepang karena mereka pasti tak percaya dan akan mengusir saya dari tanah Indonesia tercinta ini..*Eaa.. eaaaalah..


Salam Merdeka

Indah

Kamis, 23 Februari 2012

CANTIK ITU...



           
            Ketika mendengar kata Cantik. Apa yang terbayang olehmu kawan?. Ada begitu banyak definisi cantik menurut masing – masing orang. Di zaman sekarang ini, menurut saya masih banyak wanita yang terjebak dalam definisi sempit tentang kecantikan.
            Banyak wanita yang memoles wajahnya setebal mungkin agar terlihat cantik. Bagi yang bisa berdandan, it's ok but jangan terlalu menor. Nah, buat yang masih tahap belajar dandan simple saja, beri kesan natural . Walau bagaimana pun dandan itu bagian dari hidup wanita..hehe
            Namun, sebagian orang ada yang melakukan tindakan yang lebih ekstrim yaitu melakukan operasi plastik agar terlihat cantik jelita bak seorang putri dari Korea. Tuntutan hidupkah itu?. Entahlah.
            Saya miris sekali ketika melihat iklan di TV terutama iklan kosmetik yang memberi kesan bahwa putih itu cantik. Cantik itu putih. Putih itu cantik. Kalimat itu seperti sebuah paradigma yang tertanam di benak setiap wanita tanpa peduli dari ras mana kita. Pada akhirnya, semua wanita ingin tampil cantik dengan menghalalkan segala cara, termasuklah memutihkan kulit.
            Setahu saya, wanita Indonesia itu banyak yang berkulit kuning langsat, coklat dan hitam (tapi manis) jarang yang berkulit putih mulus. Bagi orang yang berduit, salon adalah tempat paling tepat yang dituju. Nah, bagi orang yang berkantong pas – pasan akan memilih produk – produk pemutih murahan yang dijual di pasaran tanpa peduli resikonya. Dari yang remaja hingga dewasa.
            Nah, terlepas dari itu semua. Ada salah satu teman saya yang memiliki definisi unik tentang cantik. Orangnya sedikit gila (Sorry bercanda). Dia mendefinisikan cantik itu seperti berikut :
                    Cantik itu yang kalau tidurnya nggak merem --------------------- Sebangsa burung hantu kalo gitu
                    Cantik itu yang kalau ketawanya nggak berasa ketawa --------- Kuntilanak mana nyadar kalau ketawanya nyeremin.
            Saya sebenarnya juga ingin tampil cantik tetapi lebih menyadari jati diri saya dan melihat apa yang saya punya. Maka menurut saya...:
                    Cantik itu yang terlihat gingsulnya waktu tertawa
                    Cantik itu yang ketika tersenyum orang lain merasa senang melihatnya
                    Cantik itu tembem.
                    Cantik itu ya sesuatu yang saya punya
                    Cantik itu ya saya (Hahaha..) *Ngakak berdahak*
            Apapun itu, percayalah apa yang diciptakan Tuhan untukmu itulah yang terbaik. Jangan pernah merubah sesuatu apapun kecuali alasan kesehatan.  Cantik pun anda jika kelakuannya minus, tidak akan ada artinya.
            So, percantiklah hati anda, syukuri apa yang ada. Perbaikilah pribadi anda menjadi pribadi yang baik karena cantik akan selalu terpancar dari pribadi anda yang baik. Percantiklah mindset anda tentang Cantik dan perluaslah wawasan tentang definisinya. ---- Ini kenapa bahasanya jadi Super sekali  mirip Mario Teguh ya..

Note : Kawan, jika ada tambahan definisi cantik , monggo di sharing

Salam cantik
Indah
           

Sabtu, 11 Februari 2012

Cerpen _ (Bukan) Idola


( BUKAN ) IDOLA

Aku ditinggal sendirian di rumah, di hari minggu yang membosankan ini. Ayah dan ibuku pergi “pacaran” bak sepasang kekasih yang masih muda. Sedangkan kedua adikku pergi bermain entah kemana. Sebelum pergi, ibuku memberikan wejangan khasnya setiap kali beliau hendak pergi.
“Indah, kamu masak sendiri yah. Semua bahan masakan ada di kulkas. Nanti kalau kami pulang sudah ada makanan yang tersedia. “ Ibuku mengerlingkan mata, sementara ayahku tersenyum – senyum. Aku menepok jidat keras. Selalu begitu.
Kunyalakan TV, entah sudah berapa kali aku bertukar – tukar channel TV. Tidak ada yang menarik menurutku. Acara musik, semua penyanyinya tampil lipsync, mic kemana dan bibirnya pun entah kemana. Itu pun dilakukan dengan percaya diri penuh. Penontonnya berjoget seragam dengan kaca mata hitamnya. Membosankan. Aku curiga jangan – jangan mereka tak paham dengan lagu yang sedang dimainkan.
Hingga tibalah aku di salah satu channel yang memuat acara berita artis, lumayan buat hiburan. Aku suka menonton berita artis karena bagiku inilah saatnya aku mengomentari mereka, hal – hal yang tidak sesuai dengan hati dan jiwa ragaku. Semua dikupas tuntas. Biasanya tandemku dalam hal ini adalah Ayu, adikku yang masih duduk di bangku SMA. Ada saja yang kami komentari, rasanya tidak ada yang baik di mata kami. Kami cocok sekali dalam hal berkomen. Kalau seandainya ada audisi pencarian bakat komentator, maka kamilah orang pertama yang akan mencalonkan diri.
Tahukah kawan, ketika kalian mengomentari seorang artis maka saat itulah kalian akan merasa bahwa kalian lebih baik dari para artis itu. Mengomentarinya seenak udel. Toh, kalian tidak saling mengenal. Sesuatu yah. Sering kali kami dimarahi oleh ibu kami dalam hal ini, beliau bilang tidak baik menceritakan aib orang lain namun kami tahu bagaimana cara membela diri.
“ Kami kan hanya komentar bu, bukannya bergosip dengan tetangga. Cuma kami berdua kok “ Untuk yang kesekian kalinya beliau hanya menggelengkan kepala.
“ Nanti dapat karmanya lho “
Ah, sayang kali ini tidak ada Ayu sebagai tandem komentator. Maka aku hanya mengernyitkan dahi atau menggelengkan kepala jika ada yang tidak sesuai dalam diri para artis itu, sesungguhnya lidahku tak tahan jika tak berkomentar tapi percuma saja. Sesekali aku mengganti channelnya jika yang keluar adalah artis yang paling menyebalkan, selalu membuat sensasi atau kerjaannya berkelahi sesama artis.
Tak lama keluar juga berita artis yang satu ini, yang terkenal dengan jargonnya. Alhamdulilah yah sesuatu. Sering aku merasa geli sendiri, kenapa orang ini sangat percaya diri sekali. Menurutku ada yang aneh dari cara bicaranya, cara berpakaiannya dan tata make up nya. Aih, apalagi kalau ia sudah menyebut “Alhamdulilah yah”, saat itu juga kumatikan TV.
Tapi entah kenapa kali ini aku hanya diam terpaku menatap layar kaca. Aku hanya memandangi wajah artis ini, kira – kira berapa kilo yah tebal make upnya?. Kira – kira apa merk dari alat kosmetiknya?. Kira – kira butuh berapa lama dia memolesi wajahnya?. Kira – kira berapa biaya yang dikeluarkannya dalam satu bulan hanya untuk belanja segala keperluan artisnya?. Kira – kira apa kerjaannya hanya berdandan?. Kira – kira sejak umur berapa dia bisa berdandan?. Alamak, segitu banyaknya kata “kira – kira” dalam benakku, bahkan akan bertambah lagi jika aku tak segera mengganti channel.
Hei, tiba – tiba suasana berubah. Sepertinya aku merasa berada di sebuah tempat yang asing, seperti tempat sebuah studio televise. Aku heran kenapa adikku juga ada di sana, Ayu. Kulihat ia mondar – mandir. Sibuk tak menentu. Ia membawa pakaian yang amat kukenal. Lalu ia menyodorkan baju itu ke arahku serta menjelaskan segala kegiatanku hari ini. Aku bengong. Tak lupa ia juga menyodorkan alat make up ku serta bulu mata anti badaiku yang diletakkannya secara terpisah, mungkin adikku takut akan terjadi badai manakala alat make up itu bersatu. Sesuatu yah.
Aku membaca schedule acara. Aku akan perform setelah Agnes Monica tampil. Maka bergegaslah aku ke ruang ganti. Adikku merepet tak menentu. Kukenakan baju kerajaan, (maksudnya baju favorit) dan menyanggul rambutku ke depan, hingga berbentuk jambul. Dan aku menamainya Jambul Khatulistiwa. Dalam hal ini sebenarnya aku geli sendiri, di saat semua orang menyanggul ke belakang tapi aku malah ke depan. Mungkin itulah kelebihanku. Lantas aku menyapu make up ke seluruh wajahku, memakai perona pipi dan tak lupa bulu mata anti badaiku. Baru kutahu jawaban dari segala pertanyaan yang kubuat sendiri. Beres.
Tiba - tiba seorang make up artis menanyaiku tentang lagu apa yang akan kunyanyikan. Awalnya aku lupa lagu apa yang akan kunyanyikan, lalu dengan penuh percaya diri aku berseru.
Kau Yang Memilih Aku “
Tentu saja, kau akan menyanyikannya “ Lalu ia berlalu. Aku bengong sendirian. Itu kan lagunya Syahrini?
Adikku kembali datang. Ia masih saja merepet. Aku tak mengerti apa yang direpertkannya maka aku pun bertanya padanya.
Masyaallah yah, apa sih yang kamu repetkan ?” Dia masih saja merepet dan berlalu pergi. Aku kesal bukan main.
Di back stage, kulihat banyak para artis yang akan mengisi acara. Mulai dari band, penyanyi solo bahkan ada artis cilik. Aku duduk dengan gelisah, jujur aku agak gugup untuk tampil hari ini. Kulihat juga banyak penonton yang memadati studio. Mereka bersorak – sorak memanggil artis kesayangannya. Menurutku ada yang aneh, ada sebuah kumpulan fans yang mengibarkan bendera band Slank, setahuku band itu tidak tampil hari ini. Tidak ada lebih tepatnya. Ah, pasti mereka salah masuk ruangan. Abaikan saja.
Acara pun dimulai. Aku bertambah gelisah, kira – kira akan seperti apa penampilanku hari ini. Aku mengelap keringat yang keluar pelan – pelan. Satu persatu para artis tampil ke depan. Aku mencari – cari adikku.
Agnes Monica tampil. Semua penonton bersorak – sorak kesenangan. Sungguh aku ingin menyaksikan aksinya yang biasanya hanya kulihat di depan layar TV. Dia sangat mengagumkan. Nanti setelah acara selesai, aku ingin meminta tanda tangannya. Akhirnya usai sudah penampilannya. Saatnya aku tampil.
Aku berjalan dengan rasa nervous yang belum bisa aku kendalikan. Aku gugup bukan main, sampai rasanya aku lupa lirik lagu yang akan kunyanyikan. Kenapa tidak lip-sync saja?. Batinku. Semua penonton terpaku menatapku, Ah, pasti mereka terpana dengan bulu mata anti badaiku atau dengan jambulku ini. Lupakan. Aku langsung saja memulai aksiku.
Kau yang telah memilih aku, kau juga yang sakiti aku
Kau putar cerita sehingga aku yang salah woohoohoo
Kau selalu permainkan wanita kau putar lagu tentang cinta
Hingga semua tahu kau makhluk sempurna wohohoo
Penonton berteriak – teriak memangilku. Aku senang bukan kepalang. Semakin kencang teriakan mereka, semakin semangat pula aku bernyanyi hingga rasanya aku tak ingin turun dari panggung. Bibirku bernyanyi maju mundur, hingga terasa monyong . Kuputar – putarkan badan bak trio macan yang beraksi. Saking semangatnya, rasanya sanggulku akan copot. Akhirnya usai juga penampilanku. Aku puas bukan main. Kubungkukkan badan tanda hormat, tersenyum genit lalu turunlah aku dari panggung.
Tak lama, datanglah seorang ibu membawa sesuatu. Ah, pasti beliau salah satu penggemarku. Aku tersenyum ke arahnya. Berhenti sejenak. Namun tiba – tiba dia menyiramkan air ke arahku. Aku kaget bukan kepalang. Lalu ia mengoyangkan tubuhku hingga rasanya sesak. Aku berusaha lari namun sial aku malah terjerembab. Aku tak bisa kemana - mana saat ia mencengkram lenganku. Aku berusaha berteriak tapi percuma saja. Suaraku hilang entah lari kemana. Mataku melotot - lotot menahan sesak. Aku seperti melihat sesosok yang amat kukenal.
Ibu “. Desisku.
Hah, kau dapat balasannya kan “ Teriak ibuku kencang. Kulihat para penonton ada yang cekikikan. Wajahku pias mematung.
Tolong semuanya bubar. Silahkan pulang, pertunjukkan sudah habis “ Ujar ibuku. Mereka tertawa terbahak – bahak. Masih kudengar dari jauh obrolan mereka yang tentu saja membuatku akan berpikir ulang tentang pekerjaan sebagai komentator.
Kirain kerasukan jin, rupanya kerasukan Syahrini. Duh, saking ngefansnya sampai segitunya. Alhamdulilah yah sesuatu banget “
Gubrak.
Batam, 30.11.2011

Minggu, 05 Februari 2012

Sebuah Moment


Tanggal 05 Februari 2012. Hari ini merupakan hari  kelahiran saya. Tak ada yang spesial sebenarnya, hanya mungkin bertepatan dengan hari kelahiran Rasulullah, ada sesuatu sepertinya. Seperti tahun - tahun sebelumnya saya tak pernah merayakan hari kelahiran ini bahkan untuk usia 17 tahun atau sweet seventen sekalipun. Hanya doa dari orang - orang terdekat saja. Ibu saya, seperti 3 tahun sebelumnya selalu mengucapkan doa yang sama. "Cepat dapat jodoh ya " Dan saya hanya mencium tangannya seakan maklum bahwa itu harapan dari seorang ibu ketika melihat anak gadisnya sudah cukup umur  untuk menikah. Hem, dan itu juga membuat saya galau segalau - galaunya. Maklum saya masih jomblo, bahkan bisa dikatakan sudah masuk usia jomblo perak. 

Well, ngomongin hari kelahiran. Saya bahagia bisa kebetulan sama dengan hari kelahiran Rasulullah atau yang disebut di Indonesia itu Maulid Nabi (maklum jarang - jarangkan?^_^). Sepanjang hari tadi saya memutar lagu Opick yang bertemakan Rasulullah. Mengutip lirik dari lagunya yaitu "Kaulah pelita hatiku" sangat membuat saya rindu akan sosok pemimpin yang patut diteladani. Tak salah memang jika dunia memasukkan Rasulullah termasuk tokoh yang paling berpengaruh di dunia sepanjang zaman. Bahwa kelahiran Rasulullah adalah yang kelak menjadi nabi terakhir yang diutus Allah dengan diberikan salah satu mukjizat berupa alquran yang membawa pencerahan dari jaman jahiliyah ke jaman terang benderang .

Mengangkat dari filosofi itulah, maka tulisan ini saya buat. Saya Berharap bahwa di usia yang baru ini saya bisa menjadi orang yang lebih dewasa tidak hanya dari segi umur tetapi dari segi pemikiran, belajar menjadi orang yang lebih baik lagi, belajar dari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi. Belajar menjadi orang yang bijak. Belajar menjadi orang yang selalu ingat mati. Sulit memang ketika diaplikasikan ke dunia nyata, tapi saya harus bisa. 

Sedangkan untuk jodoh saya percayakan kepada sang Ilahi. Sudah ada di dalam alquran yaitu "Wanita baik - baik diciptakan untuk pria yang baik - baik pula" Dan saya yakin itu. Jika ingin mendapatkan jodoh yang baik kita harus menjadi baik dulu. Saya percaya sudah ada jodoh yang akan dikirimkan pada waktu yang tepat. Maka mulai hari ini saya belajar menjadi wanita yang baik. *Sabar yah ibuku sayang*

Cheers
Indah
05.02. 



Rabu, 01 Februari 2012

Cerpen _ Penggalauan yang Gagal


PENGGALAUAN YANG GAGAL
            Aku memutar lagu terlalu lamanya Vierra, entah sudah yang kesekian kalinya. Pagi itu aku masih berbaring di atas kasur, memandangi langit – langit kamar sambil komat kamit mengikuti lirik lagu. Sesungguhnya aku sedang sedih, rasanya air mata ini ingin tumpah. Kuabaikan adikku yang keluar masuk kamar walau sesekali ia menoleh ke arahku. Setelah itu ibuku pun ikut – ikutan bolak balik ke kamarku. Aih, mereka merusak konsentrasiku.
            “ Ngapain sih ibu sama Ayu? “ Kulihat mereka pura – pura kaget.
            “ Menjenguk kamu lah “ Ujar ibu tersenyum penuh arti.
            “ Memangnya aku lagi sakit “ Aku kembali ke posisi awal. Tepar – tepar.
            “ Yah, siapa tahu kamu lagi sakit “ Adikku mencoba meledek.
            “ Sakit cinta “ Kali ini ibuku yang meledek lagi. Aku tergelak lalu terbatuk – batuk. Aku tak ingin menjawab. Aku biarkan mereka meledekku. Mereka bernyanyi – nyanyi dengan suara cempreng. Aku malas meladeni.
            Minggu ini aku hanya ingin menghabiskan waktu di rumah, lebih tepatnya di kamar. Tidak ada niat pergi kemanapun bahkan ketika adikku merayu untuk mengajakku nonton di bioskop seperti yang biasa kami lakukan.
            “ Sesungguhnya aku lagi malas bicara apalagi pergi kemanapun. Aku harap kamu bisa membaca pikiranku “ Kataku penuh takzim seperti seorang guru yang sedang menasehati anak didiknya.
            “ Lebay. Memangnya aku ini Deddy corbuzier “ Ia mendelik padaku. Aku cuma menggelengkan kepala lalu masuk kembali ke kamar. Aku tak peduli bahkan jika ia ingin menjadi Limbad atau Ki joko Bodo sekalipun. Aku cuma ingin dia mengerti bahwa hari ini aku hanya ingin menggalau. Hah..
            Aku akan melakukan sesuatu untuk kamarku. Merapikan tempat tidur, membereskan lemari pakaian, merapikan buku dan segala hal lainnya. Hanya di kamar tanpa bicara walau kutahu itu tak akan bisa.Seisi rumahku bingung melihat sikapku. Sesekali aku hanya ke toilet atau jika lapar aku pergi ke dapur. Ayahku mencolek ibuku lalu ibuku hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti. Nanti jika sudah kuat aku akan ceritakan semuanya pada ibu dan adikku. Tunggu saja.
            Setelah semuanya beres, aku kembali membaringkan tubuh di atas kasur dan kembali menatap langit – langit kamar. Kali ini aku memutar lagu James Blunt – Good bye my lover. Belum sempat si James menyelesaikan lagunya langsung diganti adikku oleh suara Ayu ting ting dengan Alamat palsunya itu. Aku meradang.
            “ Eh, kalau mau mutar lagu kembaranmu, sana di luar “ Aku melotot ke arahnya. Untung tak copot. Namun ia hanya meletakkan jari telunjuk ke mulutnya seakan menyuruhku diam. Lalu ia berjoget ala Sule. Menyebalkan.
            “ Ibu dulu pernah muda, pernah jatuh cinta tapi tidak seperti itu sikap ibu, biasa saja kok “ Ujar ibuku dari ruang dapur yang kebetulan bersebelahan dengan kamarku. Kali ini adikku mengangguk penuh hormat macam abdi kerajaan dan seakan ingin memberitahuku harusnya aku seperti itu. Dasar gila.
            “ Iya, betul itu ibumu “ Ayahku buka suara ikut – ikutan.
            “ Eh, Patrick. Dengerin tuh “ Aku melotot lagi. Aku paling benci dipanggil Patrick. Di rumah ini, kami punya panggilan khusus seperti dalam film Spongebob. Rumahku namanya Bikini bottom. Ayu, dipanggil tuan Krabb karena dia suka mencubit dan sedikit pelit soal makanan. Rahman, si cerewet dan jailnya minta ampun dipanggil Squidword. Adjie, tentu saja Spongebobnya dan yang jadi Planktonnya adalah ponakanku, Iqbal. Sementara aku, dipanggil Patrick si tukang makan dan lemotnya minta ampun. Hah, aku tidak merasa sama dengan karakter Patrick, jauh malah. Tapi aku tak kuasa menghapus nama yang sudah melekat didiriku karena kebetulan kami suka nonton film Spongebob.
            Aku menutup telingaku dengan bantal. Kubiarkan saja, Ayu memutar lagu seenak udelnya. Sebodo amat. Lalu kudengar lamat – lamat suara cempreng Rahman dan ia menghampiriku.
            “ Kenapa sih kakakku yang gendut, sakit ya ?” Tanyanya dengan sangat polos. Biasanya ia mencubit lenganku saking gemasnya kalau aku hanya tiduran di kasur. Katanya sama persis dengan bantal, lembek. Jika bukan Patrcik, maka mereka akan memanggilku gendut. Kurang ajar betul.Sepertinya si Ayu ingin menjawab sekaligus menggodaku, nah belum sempat ia mengeluarkan kata – kata, aku langsung memotongnya.
            “ Maaf ini bukan taman lawang. Si cewek jadi - jadian ini sedang tahap rehabilitasi. Silahkan anda keluar “ Ayu mendelik. Keluarlah tawa khas Rahman, keras dan menggelegar. Dia paling senang jika ada orang lain yang terhina dina. Lalu kami pun perang bantal.
            Nah, kawan. Percuma saja jika ingin menggalau di rumahku. Bising. Aku tak bisa jika hanya diam mematung di dalam kamar karena mereka pasti akan menggodaku. Setelah perang selesai, kami tepar di atas kasur macam ikan asin. Kami tertawa keras. Ibuku menggeleng – geleng melihat kami di dalam kamar. Sayang tidak ada Spongebob.
            Kembali ke perasaanku. Galau ini masih melanda, sulit untuk dihapuskan. Ah, setelah tertawa perasaanku kembali sepi, gundah gulana. Rahman keluar dari kamar setelah dipanggil oleh temannya. Kembali cuma kami berdua, aku dan si Ayu. Kali ini ia memutar lagu Melinda, cinta satu malam. Muak mendengarnya.
            “ Eh, pasti kakak lagi mikirin si om Ardan “ Tebaknya sok tau. Aku tak menjawab. Ardan, cowok yang selama ini sudah membuatku sesak napas karena ia sudah menutup segala lubang hati.Ah, tak jelas. Malas aku memikirkannya.
            Aku pun membuka tutup laptop beberapa kali. Aku bimbang. Seandainya ia bisa bicara, pastilah laptop itu menjerit. Ku buka facebook dan twitter, membaca status orang lain termasuklah status para artis. Aku pun hendak menuliskan statusku. Sekedar update agar semua orang tahu bahkan Syahrini pun harus tahu, hari ini aku sedang apa. Sesuatu yah. Aku mulai mengarang, kira – kira seperti apa statusku hari ini. Kulihat Ayu mencuri – curi pandang.
            “ Aku sedang menggalau “ Jeritnya macam orang sedang mendeklamasikan puisi. Kulempar ia dengan bantal karena mengganggu konsentrasiku. Ia mengelak lalu kembali berteriak lantang.
            “ Oh Ardan, aku menunggumu. Jangan lama - lama “ Lalu ia memutar lagu Terlalu lama nya Vierra. Berisik.
            Karena aku tak bisa berkonsentrasi. Iseng aku membuka profile Ardan. Aku sekedar ingin tahu apa statusnya hari ini. Ia belum membuat status, hanya status untuk sabtu malam alias malam minggu. Sepi, katanya. Aku ingin tertawa, kenapa statusnya sama, hanya saja aku tak sempat menuliskannya. Ah, ternyata ada banyak kesamaan diantara kami yang memberikanku sebersit ide untuk hari ini. Lalu aku pun menuliskannya.
            “ Kebetulankah atau hanya perasaanku saja…”
            Like. Comment. Share.
            Belum ada 5 menit, sudah ada 5 orang yang memberikan jempolnya. Rasanya aku ingin melambaikan tangan dan mengucapkan terima kasih karena memahami perasaanku hari ini. Si Ayu memonyongkan mulutnya lalu terbatuk – batuk keras. Aku pun menyodorkan minum.
            “ Minum Yu, minum.. “
            “ Aku pengen muntah “
            “ Sini biar aku tampung “ Lalu ia pura – pura muntah. Aku tertawa keras.
            “ Kenapa sih kakak, ayolah cerita “ Ia merayuku manakala aku tak bercerita tentang masalahku.
            “ Kan sudah biasa cinta bertepuk sebelah tangan, biasanya nggak begini – begini amat “ Sambungnya lagi. Adikku ini benar – benar sok tahu, ia seakan menjadi mbah Google. Serasa tahu segalanya. Aku masih diam. Ia kembali merayuku.
            Ibuku datang ke kamarku, beliau hendak pergi ke pengajian sore ini. Sebelum pergi ia menepuk – nepuk pundakku lalu berpesan.
            “ Indah, di belakang ada tali raffia warna pink “ Kemudian disambut tawa serentak oleh ibu dan adikku. Kompak benar.
            “ Memangnya aku mau bunuh diri “ Aku pun manyun. Lagi mereka tertawa keras. Kali ini si Ayu tak memutar lagu tapi menyanyikan lagunya Dewa dengan Risalah hati. Jelek benar tapi ia percaya diri sekali.
            Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta
            “ Eh, ganti – ganti “ Seenaknya saja ia mengganti lagu. Kali ini Padi dengan Menanti sebuah jawabannya.
            Sepenuhnya aku ingin memelukmu, mendekap penuh harapan tuk mencintaimu
            Setulusnya aku akan terus menunggu, menanti sebuah jawaban tuk memilikimu
            Biasanya jika lagu ini dinyanyikan, aku pasti ikut bernyanyi. Aku suka lagu ini. Setahuku sejak aku pertama kali patah hati, lagu inilah yang mengiringi kesedihanku. Waktu itu cintaku tak berbalas. Maka setiap kali cinta tak sampai, aku pasti memutar lagu ini bak sebuah lagu kerajaan. Saat itulah aku termehek – mehek, entah untuk yang kesekian kalinya.
            “ Mari kita menggalau “ Kali ini Ayu macam masinis kereta api, tapi kelas ekonomi.
            “ Eh, sana mandi “ Lalu aku menghembuskan napas tepat ke arah mukanya, yang membuatnya kaget bukan kepalang.
            “ Kakak, bau ih “ Ia melompat dari kasur. Kemudian kami pun melanjutkan perang, adu bau mulut. Hah..
            Malamnya, aku masih saja di dalam kamar. Tadinya malah aku tak ingin mandi. Kuabaikan film favorit yang kebetulan tayang hari ini. Aku masih saja menggalau. Ayu, adikku ini setia sekali mengekoriku. Ia masih saja mengharapkan aku untuk bercerita. Aku ingin sekali bercerita tapi aku malu setengah mati. Biasanya aku bercerita tentang cinta yang tak berbalas sampai aku muak menceritakannya. Anehnya Ayu tak pernah bosan. Ia dengan setia mendengarnya seakan ikut merasakan kesedihanku. Sehabis bercerita ia menepuk – nepuk pundakku.
            Aku mencari – cari posisi yang nyaman untuk bercerita. Kuputar – putar kepala dan kakiku. Kini kepala di lantai dan kaki masih berada di atas kasur. Aku menatap langit – langit kamar. Kemudian Ayu mengikuti gerakanku, seakan tahu aku hendak mulai bercerita.
            “ Wahai adikku, aku akan mulai bercerita “ Kataku penuh hikmat serasa jadi seorang raja yang sedang memberikan titah kepada rakyatnya.
            “ Walau kau masih kecil, kuharap setelah aku bercerita nanti kau akan mengerti “
            “ Halah, langsung saja nggak usah formal – formalan begitu. Muak ah” Ia masih mengikuti gerakanku. Dengan terpaksa aku pun bercerita.
            “ Mulai hari ini sampai 1 bulan ke depan, duitku habis. Sudah tidak punya persediaan untuk kemana – mana, cukup untuk ongkos kuliah bahkan jajan pun aku harus membawa bekal dari rumah. Di kantor, aku terpaksa mencari traktiran. Kantongku cekak bulan ini, habis untuk bayar kuliah dan sisanya aku bayar pesanan belanja online. Aku menyesal belanja online itu “
            Kemudian suasana hening, kami hanya memandang langit – langit kamar tanpa berkata - kata. Kali ini ia tak tahu berkomentar apa. Hanya suara Vierra dengan terlalu lamanya yang mengalun di udara. Judulnya seakan mewakili jerit hatiku, Terlalu lama menunggu gajian.