Laman

Kamis, 31 Mei 2012

PENGALAMAN (NAAS)

            Saya tidak ingin mencari alibi atas seringnya saya tak mengisi blog saya *RapikanKerah*. Percuma saja karena saya masih tergantung pada mood yang masih suka naik turun macam Roll coaster. Well, sambil menunggu cerpen saya selesai di edit, ada sebuah pengalaman yang ingin saya bagi. Sebenarnya pengalaman ini sedikit pahit sekaligus memalukan tetapi karena rasa ingin berbagi maka saya “paksakan” juga untuk di publish agar tak terjadi padamu kawan. Hah..
            “Kisah Nyata” ini terjadi di awal tahun 2012. Kenapa baru sekarang di publish? Karena kemarin masih banyak pertimbangan antara rasa malu atas kebodohan itu sendiri dengan ingin menjadikannya sebuah pembelajaran *Tertawa guling2*
            Suatu hari di awal Januari 2012, saya dan Ayu , hendak pergi ke Mega Mall. Kala itu saya hanya membawa uang sebesar Rp.13.000. Cukup buat ongkos kami berdua pergi sebesar Rp.10.000. Saat itu saya berpikir bahwa di Mega Mall pasti ada mesin ATM yang saya miliki yaitu Bank B*****n tanpa kroscek  dengan siapapun dan tidak memiliki firasat apapun yang akan terjadi. Kami pergi dengan hanya bermodal sebuah kepercayan diri yang tinggi #Lagi-lagiAlibi
            Sesampainya disana segera kami menuju tempat ATM centre untuk mengambil uang. Niat kami hari itu adalah menonton film. Namun, saya tercekat ternyata mesin ATM yang saya miliki tidak ada disana. Sayangnya ATM saya tidak ada fasilitas ATM bersama yang bisa digunakan dimana saja karena ATM saya khusus untuk pelajar. Semakin parah, pulsa di hape tak mencukupi untuk menghubungi siapa saja yang bisa membantu. Saya serasa menelan biji duku. Pahit..Pahit.
            Saya pun teringat bahwa ada mesin ATM B*****n di dekat kantor pembayaran ATB (di kantor lama). Kami terpaksa berjalan kaki menuju tempat itu, yang letaknya tidak terlalu jauh. Lagi – lagi saya tercekat, ternyata mesin ATM itu sudah dipindahkan dari sana.  Kami saling pandang dan terduduk di depan kantor itu. Bukannya menangis, kami malah tertawa seolah menertawakan kesialan ini.
Lalu muncul beberapa opsi dari masalah ini, yang paling masuk akal adalah dengan ongkos Rp.3000, saya harus pergi ke Panbil sendirian karena saya tahu dengan pasti disana ada mesin ATM tersebut. Tapi saya masih bimbang, tidak mungkin meninggalkan adik saya sendirian di tempat ini. Ada hening panjang, semenit kemudian kami tertawa lagi sampai keluar air mata. #Sempat2nyaTertawa
            Tak jauh dari tempat kami berada, saya melihat seorang polisi melintas dengan motornya. Tanpa pikir panjang saya pun menghentikannya. Dengan perasaan malu yang masih melanda, saya menceritakan kejadian naas yang kami alami. Saya meminta tolong untuk diantarkan ke mesin ATM B******n terdekat, sekitar sei panas.  Dia tersenyum lucu dan saya tak berniat untuk mengartikan senyumannya itu. Akhirnya tiba juga di ATM yang dimaksud. Saya hanya mengucapkan terima kasih sambil tersenyum namun tidak sempat bertanya siapa nama gerangan pak polisi itu. Ah, biarlah senyuman saya membekas dalam ingatannya.
            Setelah mengambil uang di mesin ATM, saya bergegas untuk menemui adik yang saya tinggalkan. Niat untuk menonton sementara kami batalkan dengan memakan sebatang coklat dan roti dari B****T**k sambil menertawai kejadian ini. Kami duduk di depan mushala Mega mall.
            Sejujurnya sampai sekarang saya masih suka tertawa mengenang kejadian naas ini. Sekaligus menjadikan ini pengalaman agar kedepannya tak melakukan hal – hal seperti ini lagi :
  1. Membawa uang secukupnya ~ Cukup untuk ongkos pergi namun tak menyiapkan ongkos untuk pulang.
  2. Hanya mengandalkan uang di dalam mesin ATM tetapi tidak kroscek apakah mesin ATM yang dimiliki ada atau tidak di sebuah tempat.
  3. Pastikan ATM kalian memiliki fasilitas ATM bersama.

            Pengalaman ini saya buat sebagai pembelajaran untuk kita *MeletakkanTanganDidada*. Buat saya, buat kamu yang sedang tersenyum, buat kamu yang sedang berkerut keningnya. Namun, jangan pernah tertawa di atas kejadian ini, apalagi sampai keluar kata B***H. Because what, siapa tahu suatu hari nanti KAMU yang akan mengalaminya. So, Just keep quiet.

Salam Konyol
Indah

Sabtu, 05 Mei 2012

Cerpen : TERMEHEK - MEHEK

Sejujurnya aku paling malas jika harus mendengar Rianti, sahabatku menangis karena putus cinta, lalu patah hati. Menangis dibahuku sambil terisak – isak. Keluarlah cairan dari hidungnya yang mengenai pundakku. Bukannya aku tak merasa iba, tapi sudah jauh hari aku ingatkan jangan bermain cinta dengan lelaki itu, Tyo namanya. Lelaki yang sedang membuainya itu adalah seorang playboy kelas teri, baru hendak coba – coba. Aku sudah lama tahu tentang tabiat jeleknya itu. Gossip – gossip dari tetangga. Maka aku tak ingin sahabatku ini jadi korbannya.. 

Aku menasehatinya panjang lebar. Tapi ia tak ingin mendengarnya, seolah bebal.

“ Dia cowok terbaik yang pernah ku kenal, makanya aku mau pacaran dengannya “ Ujarnya sumringah ketika dia memproklamirkan kata baru “jadian” mereka, tiga bulan yang lalu. Segala kebaikan lelaki itu habis dikupas, tak bersisa. Yang terakhir kuingat, pacarnya itu senang membelikannya permen. Ah, aku curiga jangan – jangan selama ini dia hanya bertemu dengan lelaki jahat yang senang mencuri permennya. 

Saat ia jatuh cinta tiga bulan yang lalu, dia seakan lupa hari ini. Dunia semuanya terasa indah baginya. Bahkan ia melupakanku, sahabatnya. Semenjak ia pacaran, kami tak pernah lagi keluar bersama untuk sekedar menonton film atau minum kopi bersama. Semuanya hilang hanya karena cowok playboy itu. Dia diantar oleh pacarnya, pergi dan pulang kuliah. Sedangkan aku nelangsa dengan bus bimbar, muntah sendirian. 

Selama tiga bulan itu pula nyaris kami hanya sepintas lalu bertemu, ia hanya
meneleponku sebelum tidur lalu menceritakan dongeng kisah indahnya setiap hari. Pertama kali mendengar ceritanya, aku ikut senang maklum ini pertama kalinya ia pacaran. Lama kelamaan aku mulai muak. Tiada hari tanpa cerita sang pangeran, apalagi dia bercerita hanya melalui telepon. Ia tak pernah bisa menyempatkan diri bertemu di kantin atau datang ke rumahku. Jadwalnya selalu penuh . 

Aku pernah protes padanya tentang hal ini. 

“ Tyo itu sibuk. Latihan futsal, latihan band, rapat Bem, hang out bersama teman –temannya.. “ Belum sempat ia melajutkan daftar kesibukannya aku langsung memotong. 

“ Terus kamu apanya. Managernya? “ Dia langsung melotot ke arahku, seakan ingin menjelaskan padaku sekali lagi bahwa Tyo adalah pacarnya. 

Hingga tibalah saat ini, ia datang padaku membawa segala uneg – unegnya.  

“ Nuke, ternyata dia bukan lelaki baik. Dia playboy brengsek. Benar katamu. Sekarang dia pacaran sama Dita “ Keluarlah semua sumpah serapahnya. Aku cuma diam mendengar. Kalau ingat tiga bulan yang lalu, hari ini rasanya aku ingin tertawa terbahak - bahak. 

Maafkan aku.

“ Tyo brengsek, brengsek “ Raungnya lagi sambil menyobek – nyobek foto sang pangeran. Aku masih diam. Aku tak tahu bagaimana cara menenangkannya jadi aku hanya mendengarkan saja, lagipula percuma aku berbicara pada saat dia sedang menangis. 

Entah gossip berhembus dari mana, Aku mendengar kalau Tyo, si playboy cacingan itu sedang mengincarku saat ini. Ia ingin mengajakku pacaran. Mengencaniku. Aku harus berhati – hati jika tak ingin terjebak dalam kubangannya. Namun sayang Rianti sudah terlanjur percaya akan gossip itu, ia menatapku curiga ketika kami bersama di dalam perpustakaan. 

“ Ada yang kau sembunyikan? “ 

“ Memangnya apa yang kusembunyikan “. 

“ Tentang gossip itu “ Selidiknya bak seorang detektif Stock Holmes. 

“ Cuma gossip tak perlu ditanggapi “ Aku masih berkutat pada bukuku. Bukan Rianti namanya jika ia tak merentetku dengan berbagai pertanyaan. Ia masih curiga. Aku muak mendengarnya. 

“ Aku tidak akan pacaran dengan si Tyo itu “ Aku berbicara menatapnya dengan nada tinggi, Rianti melotot padaku. 

“ Kalau memang tidak benar ya sudah, jangan nyolot begitu “ Aku menenggelamkan kembali mukaku pada buku yang sedang kubaca. Lalu Rianti berlalu keluar ruangan, masih  terdengar ucapannya dari jauh. 

“ Lihat saja, kau tidak akan bisa menolak saat dia mengutarakan perasaannya. Menatap  matanya saja kau akan lemah tak berdaya “ Aku menggelengkan kepala saat semua mata pengunjung perpustakaan mengernyit ke arahku . 

Benar saja, Tyo getol mendekatiku. Dia menemuiku setiap pagi, siang dan malam, rasanya dia seperti sedang minum obat. Sakit mungkin. Setiap hari pula ia mengirimkan puisi – puisi cinta yang membuatku muak setengah mati. Bahkan ia mengumbar – ngumbar ke semua orang bahwa ia bisa menaklukkanku dengan jurus cassanovanya. Aku meradang dibuatnya. Sebuah ide jahat pun muncul. 

Hari itu kuputuskan untuk bertemu dengannya. Aku segera mengirimkan pesan singkat tentang rencana pertemuan kami. Aku merencanakan sesuatu. Kami akan bertemu di simpang rujak seraya. Awalnya dia heran namun aku mampu menyakinkannya. Kuajak serta Rianti dan menerangkan segala rencanaku hari ini. Dia menatapku ngeri lalu sedetik kemudian ia tersenyum tanda setuju. Kawan, kau akan segera tahu apa rencanaku. 

Kami bersembunyi di dalam sebuah mobil dan mengamatinya dari jauh. Seorang waria yang sudah terlebih dahulu ku kontrak, tahu konsepnya akan seperti apa. Ia duduk menghadap tukang rujak dan mengenakan baju persis sama dengan yang kuterangkan pada Tyo. Pink menyala. Kemudian Tyo muncul dengan motor kebesarannya. Dia memesan es teh yang biasa disebut dengan teh obeng lalu duduk dengan santai. Ia tak tahu akan ada bahaya muncul secara tiba – tiba.  

Aku masih mengamatinya. Tyo melirik ke arah sang waria, kulihat ia sempat kaget namun kembali menyeruput tehnya dengan nyaman. Mungkin ia heran, kenapa sang waria memakai pakaian yang sama seperti yang kuterangkan padanya. 

Tak lama waria itu pun mendekatinya. Ia tersenyum – senyum penuh makna, menggerayangi tubuh Tyo dengan penuh semangat. Suaranya terdengar menggelikan. Tyo kaget bukan kepalang. Belum sempat ia bereaksi. Datanglah segerombolan waria lain yang datang dari persembunyian kami lalu mendekati Tyo dan sang waria. Ada yang memegangi kepala, tubuh dan bahkan menarik – narik baju Tyo. Mereka tertawa – tawa senang. Mangsa telah didapat. 

Kulihat pula Tyo pucat dan panik. Ia meronta – ronta berusaha melepaskan diri dari gerombolan waria itu. Rianti, yang duduk disampingku tertawa terpingkal – pingkal melihat adegan yang tak disangka – sangkanya. Mungkin sakit perutnya. Dan tentu saja aku merekam setiap adegan yang terjadi bak seorang sutradara handal. Para artisku telah bekerja dengan baik. 

Setelah puas tertawa. Akhirnya kami pun keluar dari mobil dan berkacak pinggang di depannya. Tyo yang melihat kehadiran kami terbengong – bengong. Ia terpana. Mungkin butuh waktu lama baginya menyadari bencana yang barusan dialaminya. Aku mengacung – acungkan handycam yang kubawa sambil tersenyum penuh kemenangan. Sementara para waria itu terus menggerayangi tubuhnya. Tyo semakin terpojok bahkan tubuhnya mulai tersungkur. 

Dengan susah payah ia berteriak lantang saat kami mulai meninggalkannya. 

“ NUUUUUUUUKKKKEEEEEEEEEEEEEE….”

Batam, 29.11.2011