Laman

Minggu, 29 Desember 2013

SAYA DAN PARA (WAKIL) RAKYAT


Akhir tahun 2013, mendekati akhir masa jabatan para wakil rakyat. Seperti jamur yang berkembang di musim hujan, para caleg pun menjamur mencari dukungan public. Berbondong – bondong turun demi mendapatkan simpatisan dari rakyat.

Yang saya pertanyakan, kenapa selalu turun hanya ketika mendekati masa pemilihan. Kenapa tidak bergerilya jauh sebelumnya. Maka tidak perlu membuat spanduk, baliho yang terpampang nyata di jalan – jalan hanya ketika musim pemilihan tiba. Bukankah lebih efektif turun lebih dulu agar rakyat lebih mengenal wakil rakyat mereka?.

Sekarang ini rakyat lebih banyak tidak memilih siapapun karena toh hasilnya akan sama saja. Janji tinggal janji. Rakyat sepertinya sudah malas mendengarkan celotehan para wakil yang ngakunya lidah penyambung rakyat. Jika mereka sudah duduk di kursi panas, hendak turun pun mereka mencari alasan.

Nah, tanggal 29 Desember 2013. Saya pun dipaksa ibu saya ikut rombongan untuk mengikuti acara yang diadakan beberapa caleg salah satu partai yang berwarna merah. Saya yang tampil dengan celana training dan jaket seperti orang yang hendak lari pagi tampak canggung diantara ibu – ibu yang berpakaian sangat elegan dan santun. Ternyata mereka adalah kelompok pengajian dari beberapa perumahan sekitarnya. Oh Men! Saya pandangi ibu saya yang Cuma senyam – senyum menenangkan.

“Udah santai saja, yang pentingkan pakai jilbab”

#Jleb

Saya pun memilih duduk paling belakang demi menutupi celana pink, jaket berwarna kuning dan jilbab warna krem, saya tampak seperti pelangi yang tak jadi. Ibu saya duduk berseberangan dengan saya. Sesekali dia memainkan mata untuk menenangkan saya.

Seusai ibu – ibu dari beberapa pengajian bershalawat, tibalah kue – kue si empu rumah dihidangkan. Mata saya tampak berbinar – binar. Ah, kue – kue itu adalah nikmat dunia. Saya pun dengan santai mencomot kue – kue yang letaknya sebenarnya agak jauh dari tempat duduk saya. Mulai dari ketan, risol, bolu sampai naga sari.

Akhirnya beberapa caleg pun maju untuk mengenalkan diri. Satu persatu persis seperti orang yang sedang berdagang. Saya tak terlalu menghiraukannya karena yang ada di depan saya cuma kue – kue yang terlihat enak dan manis. Tampak salah satu ibu ketua pengajian maju lalu mengeluarkan semua uneg – uneg dan isi pikirannya seakan mewakili suara para ibu. Suaranya begitu menggebu – gebu. Sementara para ibu yang lain terus menyemangatinya.

Bertanggung jawab dan Amanah.

Saya masih menikmati manisnya kue – kue itu dan tersenyum – senyum melihat para ibu – ibu yang bersuara begitu lantang. Tak lama datanglah kue lapis yang tampak legit. Seorang ibu kemudian menawarkan piring yang isinya tinggal dua. Dengan sigap saya pun mencomotnya. Baru satu gigit, saya bertemu pandang dengan ibu saya yang menahan tawa melihat kelakuan saya. Kalau tidak ingat itu adalah pengajian mungkin saya sudah tertawa keras. Rasanya kue tadi hamper keluar dari tenggorokan.

Ada 1 caleg yang datang terlambat. Dia belum mengenalkan diri kepada kami karena kami diminta untuk menikmati hidangan berikutnya yaitu nasi dan lauk pauknya. Caleg perempuan yang baru datang baru diketahui adalah salah satu pengacara terkenal di antara para artis. Dia tersenyum ke arah kami yang sedang mengantri makanan. Saya seakan lupa dengan penampilan saya.

Sambil berbaris saya memandangi lauk pauk yang tampak nikmat. Para caleg membagikan kartu identitas mereka. Saya mengambilnya lalu memasukkan ke dalam kantong. Pandangan saya tertuju pada ikan besar yang sepertinya sangat menarik.

Tak terbayang oleh saya kira – kira berapa uang yang harus digelontorkan oleh mereka. Sepertinya keinginan saya untuk menjadi seorang gubernur harus dikubur. HAHAH

Giliran saya untuk mengambil piring. Saya hanya mengambil semua lauk yang ada. Ah, sekali lagi nikmat dunia.

Sambil berbaris, saya sempat memandangi para caleg yang tampak berbaur dengan ibu – ibu. Salah satu caleg pria wajahnya begitu familiar tapi saya hanya bergumam di dalam hati. Ketika duduk dengan membawa piring penuh lauk, ibu saya pun berceletuk.

“Loh bapak itu kan yang spanduknya di sebelah pangkalan ojek kita, di samping warung kita”

#Jleb

Tibalah giliran caleg perempuan yang baru datang tadi. Diperkenalkan sebagai pengacara artis. Ketika bicara, ada kesan lucu yang saya tangkap. Entah kenapa saya suka dengan cara bicara orang yang santai dan lucu dari pada orang yang terlalu serius. Dia membagikan buku yang berisi tentang perjuangannya disertai foto – foto. Ibu ini tampak bersahaja. Saya lumayan kepincut dengan sosoknya, sepertinya kerjanya lumayan nyata. Dia adalah salah satu anggota dewan yang lumayan vocal mengeluarkan idenya. Saya membaca kisah singkatnya yang lumayan menarik. Menurut saya ibu ini pantas maju sebagai caleg DPRD karena hasilnya sudah terlihat ketika karirnya di ibu kota.

Saya masih menikmati ayam goreng yang tersisa. Ketika pembawa acara mempersilahkan para ibu – ibu untuk bertanya jika ada pertanyaan atau uneg - uneg. Lalu ibu saya mencolek saya seakan menyuruh untuk bertanya.

Yang saya ingin tanyakan cuma satu “Bolehkah saya menambah lagi isi dari piring saya?” Tentunya dengan suara pelan.

Ibu saya Cuma menggeleng sambil tergelak.
 
Batam, 29 Desember 2013

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar